Jembatan Satu Duit : Dari Masa Belanda Hingga Kini

#Tags

Duit artinya uang dalam bahasa Indonesia dan bahasa Melayu. Kata ini  berasal dari nama salah satu uang koin logam yang digunakan dalam perdagangan di Belanda serta wilayah di barat Jerman yang berbatasan dengannya (Kleve dan Geldern) pada abad ke-17 dan ke-18. Indonesia, Malaysia dan beberapa wilayah di Amerika dan Afrika yang pernah berada di bawah pemerintahan VOC dan kolonial Belanda kemudian juga turut menggunakannya. Koin duit digunakan di Belanda sampai dengan tahun 1854.

Secara etimologis, kata duit/deut berasal dari kata bahasa Norse Kuno thveit yang artinya sejenis koin kecil, namun arti harfiahnya ialah "kepingan-kepingan".

Selain untuk menyebut  kepingan logam, penamaan ini juga ada pada satu jembatan di Kota Bogor, yaitu jembatan Satu Duit. Kebetulan jembatan ini dibangun tahun 1850.

Keterangan: Jembatan Satu Duit dilihat dari Sungai Ciliwung saat kondisi surut


Lokasi jembatan menghubungkan jalan Warung Jambu dan Ahmad Yani ini memang tidak diberikan penand khusus atau diberikan plank nama. Tapi bagi warga sekitar sudah terbiasa menyebut namanya.  Jika hendak ke arah Ahmad Yani setelah Plaza Warung Jambu, mesti harus melewati jembatan ini. 

 

Jembatan Satu Duit

 Keterangan : Tampak jambatan jika dilihat dari depan plaza Jambu Dua.

Jembatan ini merupakan satu dari banyak jembatan lain yang menjadi penghubung dari dua sisi daratan yang dipisahkan oleh sungai Ciliwung sejak dari hulu di puncak Kabupaten Bogor hingga hilir di Jakarta. 


Sejarah jembatan Satu Duit

Jembatan yang berlokasi di Warung Jambu sudah ada sejak Gubernur Jenderal H.W.Daendels masih berkuasa. Pria kelahiran 1762 inilah yang kemudian menggagas pembangunan Jalan Raya Pos di sepanjang jalur Pantai Utara Jawa yang menghubungkan Anyer dengan Panarukan. Untuk menunjang transportasi barang dan hasil panen, maka pondasi jembatan ini kemudian diperkokoh. Belum jelas apa nama jembatan tersebut di masa itu, tapi biasanya nama jembatan disesuaikan dengan kondisi dan nama daerahnnya. Dengan kata lain, kemungkinan besar jembatan ini dulu disebut dengan nama Jembatan Kedung Badak.

Jembatan ini menjadi jalur dari dari kawasan Kedung Badak menuju kawasan Cilebut saat itu. Untuk melewatinya dikenakan biaya. Hal ini karena biaya yang cukup mahal membuatnya saat itu. 

Pengenaan biaya pada jembatan ini barangkali jadi salah satu pemantik perubahan nama oleh warga lokal. Kemungkinan untuk melewati jembatan tersebut dikenakan biaya satu duit. Satu duit sendiri artinya satu koin. Saat itu butuh 180 duit (koin) setara dengan 1 gulden, mata uang yang dkeluarkan VOC.

Sejak berdirinya jembatan tersebut, bentuk jembatan yang masih dalam bentuk aslinya itu sudah beberapa kali diterjang air bah dari meluapnya aliran Sungai Ciliwung di bawahnya. Salah satu yang mencolok jika musim hujan tiba, dan air agak surut, maka semua sampah yang ikut saat air meluap dan tersangkut akan terlihat.

Saat sungai Ciliwung pasang, lalu surut, tinggallah sampah di bawah jembatan.

 Uniknya, sangat sulit menemukan gambar masa lalu jembatan Satu Duit. Meski ada banyak gambar jembatan di era awal abad 20, namun posisi jembatan tersebut tidak jelas. Apalagi disebut jembatan di sekitar Bogor. Itu terlalu luas. Barangkali hanya jembatan merah Bogor saja yang cukup jelas diberitahu namanya.