OPINI BEBERAPA PIHAK TERKAIT PENOLAKAN RAPID TEST DI PASAR CILEUNGSI TANGGAL 10 JUNI 2020

#Tags

Setelah beredar video penolakan pedagang pasar Cileungsi (10/06/2020) terhadap kehadiran petugas gugus tugas covid-19 untuk melakukan rapid-test, membuat banyak pihak berkomentar. Tak terkecuali banyak pihak - pihak yang menyalahkan pedagang. Berikut ini adalah komentar beberapa pihak yang terkait.
CAMAT CILEUNGSI - ZAENAL ASHARI

Jika tidak ingin dilaksanakan rapid, sebab bagaimanapun seperti tadi kita berikan jika ini Pemerintah Kabupaten Bogor, terutamanya Ibu Bupati  ini, sayang pada beberapa pedagang, sayang pada warga, bukan hanya di Cileungsi, mungkin beliau sayang se-Kabupaten Bogor. Kemauan yang baik ini ya mungkin jika tidak ingin, ya kemungkinan ditutup.


Pasar Cileungsi ada di bawah naungan PD Tohaga serta adalah tubuh usaha punya wilayah (BUMD). Jika ada pedagang yang menolak lagi dilaksanakan tes masif, pasar bisa ditutup.

Selain itu,  sangsi telah ada tetapi  kita lihat saja.. Kita jangan begitu berandai-andai, sangsi telah ada (dari) Ketua Gugus Pekerjaan Kabupaten (Ade Yasin). Tetapi yang pasti, saya optimistis warga, terutamanya yang berada di pasar ini beberapa pedagang, ingin lakukan rapid (test). Selain itu barangkali  belumlah ada sosialisasi ke pedagang. Akan di re-schedule lagi, jadi bukan ditolak.

Pasar Cileungsi pernah ditutup sesaat selesai dilaksanakan tes masif ke-2. Penutupan dilaksanakan sebab ada masalah positif COVID-19 di Pasar Cileungsi. Sekarang ini pasar telah kembali lagi dibuka serta Pemkab Bogor akan lakukan rapid tes ke-3 untuk ketahui penebaran COVID-19 pasca-penutupan pasar.
Pasti ditanya, mengapa diprioritaskan di pasar? Sebab pasar ini jadi cluster baru. Dimana ketentuan di prosedur kesehatan bilamana seorang dipastikan positif, kita harus lakukan trek atau pencarian.



KAPOLSEK CILEUNGSI -  KOMPOL ENDANG KUSNANDAR
(Kami) mencoba mencari aktor intelektual penolakan pedagang pasar Cileungsi terhadap kegiatan rapid-test massal tanggal 10 Juni 2020.


Anggota Staf Humas Dan Keamanaan Pasar Cileungsi  - UJANG RASMANDI
Seperti itu kenyataan dan realitasnya. Pedagang menolak dilakukan tes masif  karena beritanya (pasien positif COVID-19 di Pasar Cileungsi) rancu,  baik yang positif dan negatifnya.


Kepala Pasar Cileungsi - MULYADI
Yang menjadi penyebab penolakan adalah pedagang ini merasa dilaksanakannya rapid test tersebut berimbas pada keramaian pasar. Jadi semakin berkurang tingkat pengunjungnya.

Kan ada kecemburuan dari para pedagang legal yang di Pasar Cileungsi ini, yang notabene adalah pedagang resmi. Mereka diketatkan dengan aturan PSBB (pembatasan sosial berskala besar), sementara di lokasi lain, flyover (Cileungsi), lapak-lapak liar yang ada di sekitar Pasar Cileungsi, tidak ada penindakan atau penertiban.

Pedagang Pasar Cileungsi mematuhi protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran virus Corona (COVID-19). Penyemprotan disinfektan juga dilakukan PD Pasar setiap dua hari sekali.


Bupati kabupaten Bogor - BUPATI BOGOR



Sebanyak 26 (positif COVID-19 dari klaster Pasar Cileungsi) itu termasuk keluarganya (pedagang). Jadi kami juga perlu melakukan rapid test ulang. Khawatir penyebarannya semakin masif. Tetapi ternyata mereka (pedagang) tidak siap, dan melakukan penolakan. Dan ini bagi kita, ya ini sebuah, apa ya namanya ya, sebuah hal yang biasa sebetulnya akibat miskomunikasi dan ketidakmengertian sebagian pedagang

Mereka hanya khawatir karena pada saat pengumuman dilaksanakannya swab (test) yang pertama, itu pasar menjadi sepi. Dan mereka juga tidak ingin yang kedua menjadi sepi sehingga mereka tidak mau untuk di-rapid.

Ini hanya masalah miskomunikasi saja.



PEDAGANG BERAS PASAR CILEUNGSI - ERICK OKTORA  (40)
Banyak pedagang yang khawatir Pasar Cileungsi akan ditutup kembali bila dilakukan tes pada Rabu  kemarin.

Kedua, dalam hal ini rapid test harus berkeadilan. Sebab, di luar pasar, di Ramayana, itu dia (PKL) operasional 24 jam. Itu pasarnya becek, kumuh, kenapa nggak dites (rapid) dan swab. Kan namanya jualan kita bersaing antara legal dan ilegal, gitu kan. Makanya pedagang nolak, kok hanya kita yang dites. Sedangkan di luar pasar (PKL liar) tidak.

Maklumlah, jam 01.00 WIB dia (pedagang) jualan, capek, lelah, kurang tidur, imun menurun, jam 09.00 WIB di-rapid. Otomatis kan nanti di-rapid, kan rapid nggak bisa jadi patokan juga. Dengan posisi badan yang lemah, letih, lesu (jadi) reaktif. Nanti di-swab, positif, berimbas ke dia.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dan Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Cileungsi juga tidak memberikan informasi bahwa akan ada rapid test kemarin. Banyak pedagang yang khawatir, bila dilakukan tes, akan membuat pengunjung pasar semakin sepi.

Harus transparan! Sebab apa? Sebab, yang kemarin beredar di medsos , terjadi rapid test 300 orang. Ternyata yang di-rapid 57 (orang). Kedua, dari 57 (orang), pagi di-rapid, siang (dinyatakan ada) 8 positif. Kan rapid nggak bisa jadi acuan positif-negatif sebelum di-swab. Jadi kan hasil swab 10 hari, rapid tanggal 31, siangnya sudah ketemu bahwa (ada) pedagang positif.




PEDAGANG IKAN ASIN PASAR CILEUNGSI - KASMAN  (54)
Pertengahan April lalu sudah rapid test. Dari 34 orang yang dilakukan tes masif, sebanyak empat pedagang dinyatakan positif terinfeksi COVID-19. Mereka adalah 2 pedagang buah, 1 pedagang daging, dan 1 pedagang ikan asin.

Begitu kami telusuri (4 pedagang), kami cek semua, ternyata semua masih lengkap. Pedagang yang di dalam (pasar), 5 pedagang buah ada 5 lapak. Kalau pedagang ikan asin ada 11 (lapak), pedagang daging kita cek, ternyata mereka ada. Dan tukang buah benar dijemput kemudian dimasukkan, dirujukin ke Rumah Sakit Mary. Sampai di rumah sakit  Mary dicek lagi, ternyata negatif.

Dan pedagang buah yang dibawa ke ke Mary  itu mempunyai komplikasi penyakit diabetes dan asam lambung, itu saja dirawat. Okelah, yang satu, pedagang positif COVID-19 lainnya dibilang tukang ikan asin. La masih lengkap kok, orangnya masih jualan. Kalau positif kan harus dijemput, diisolasi.

Si Jaka pedagang daging itu kan sebelum Lebaran sudah kena DBD 2 minggu di rumah sakit. Dia nggak ikut tes, cuma isu bahwa dia yang positif COVID-19, padahal dia DBD 2 minggu. Begitu mau mindahin barang di lapaknya, Jaka kut dagang lagi, (lalu) kecapaian, kambuh lagi, drop lagi. Suhu badannya panas, langsung dilarikan ke (RS) Hermina.Di rumah sakit  Hermina dinyatakan positif COVID. Nah, langsung dijemput lagi camat, aparat, ke Jakarta. Ke Jakarta (pedagang daging) meningga.

Lalu ada rapid test massal lagi di  Pasar Cileungsi pada 31 Mei kemarin. Namun Pasar Cileungsi ditutup dari 31 Mei sampai 4 Juni karena ada 4 pedagang yang positif virus Corona.

Tes massal yang dilakukan tim medis pada 31 Mei tidak seluruhnya ke pedagang. Sebab, banyak pedagang yang tidak berjualan. Pedagang yang datang ke pasar hanya melakukan pembersihan.
Saya ke pasar, melihat petugas datang jam 09.00  pagi lewat. Terus ada yang disuruh tentara-polisi, 'ayo-ayo ke atas (rapid test) mumpung gratis'. Tapi sedikit orang, akhirnya mereka ngambil dari luar (untuk rapid test). Itu (ada) tukang ojek lagi nongkrong ditarik masuk. Tukang becak lagi duduk ditarik masuk.

Dan saya siang mau makan jam 12.00 WIB, saya lihat tentara 1 mobil pulang, tim medis pulang nggak bawa siapa-siapa. Nah, begitu jam 14.00 WIB saya pulang ke rumah, itu ada 1 berita di media dan satgas COVID menyatakan bahwa 300 orang yang dites di Pasar Cileungsi, 8 orang positif langsung dirujuk ke RSUD Cileungsi. Di situ saya tanda tanya. Dengan waktu 3 jam, percaya nggak 300 orang bisa dites?

Ketika Pasar Cileungsi dibuka pada 5 Juni kemarin,  waktu operasional dibatasi. Saya dan pedagang lain tidak terima. Sebab, banyak pedagang kaki lima (PKL) liar di sekitar pasar dan flyover Cileungsi yang tetap berjualan selama 24 jam dan tidak dilakukan rapid dan swab test.

Saya pulang ke perumahan, tetangga kayak takut ke saya. Saya kayak seolah-olah dikucilkan karena saya dagang di pasar. 'Itu jangan dekat-dekat orang pasar itu'. Iya, orang jadi takut, itu merugikan sekali. Itu alasan kami tidak mau diadakan tes-tes lagi.

Tapi kalau COVID positif dihajar terus, seolah-olah kami (pedagang) dihajar terus. Maka kami harus melawan untuk memperjuangkan hidup kami. Tempat kami beli, kok. Masa kami nggak boleh dagang secara resmi, sedangkan di luar (PKL liar) dilindungi. Jadi di situlah alasan kami tidak boleh ada tim medis yang datang ke dalam pasar untuk mengecek. Kalau mau silakan, ke mal kek, ke kelurahan kek, kan masih banyak tempat.


Artikel ini merupakan gabungan dari beberapa pemberitaan mengenai pasar cileungsi  - detik.com