Maulid Nabi Muhammad, Sejarah dan Tradisi

#Tags

Maulid Nabi Muhammad adalah salah satu hari yang diperingati oleh umat muslim. Maulid Nabi, begitu biasanya banyak yang menyebutnya, merupakan peringatan kelahiran Rasulullah SAW, diperingati pada tanggal 12 Rabiul Awal pada kalender Hijriah. 


Kata maulid atau milad tersebut dalam bahasa Arab mengandung makna hari lahir, seperti dikutip dari situs Pengadilan Negeri Marabahan Kelas II.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad, dilakukan seluruh muslim di Indonesia, bertujuan meningkatkan rasa cinta, yang diwujudkan dengan mengikuti sunnah Nabi SAW dan ketentuan dalam Al Quran demi kemajuan Islam.


Dasar Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW


Pada dasarnya, tata cara merayakan maulid nabi berbeda-beda di sejumlah daerah. Namun, esensi dari perayaan tersebut tidak berbeda karena sama-sama bertujuan untuk meluapkan kegembiraan dan rasa syukur atas dilahirkannya Nabi Muhammad SAW.

Tidak dipungkiri, kelahiran Nabi Muhammad SAW memang suatu anugerah yang tidak ternilai keistimewaannya bagi umat muslim. Hal ini karena kehadiran nabi di muka bumi ini membawa pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat Arab maupun di seluruh dunia.

Katakanlah (Muhammad), sebab anugerah dan rahmat Allah (kepada kalian), maka bergembiralah mereka. “QS. Yunus ayat 58).

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim  juga dikatakan bahwa Rasulullah SAW mensyukuri kelahirannya dengan cara berpuasa. Adapun bunyi hadist tersebut yaitu sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA bahwa Rasulullah pernah ditanya mengenai puasa senin, lalu beliau menjawab, “Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku. (HR. Muslim).

Dalam kitab Madarij As-shu;ud Syarah al-Barzanji, Rasulullah bersabda: “Siapa yang menghormati hari lahirku, maka akan aku berikan syafaat kepadanya di hari kiamat. (Madarij as-Shu’ud).

Dari dalil peringatan maulid nabi tersebut, dapat dikatakan bahwa merayakan maulid merupakan suatu anjuran. Sebagai umat muslim, sudah selayaknya kita menghormati hari kelahiran Rasulullah sebagai pelita kehidupan. Cara memperingati maulid dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu membaca alquran,  menghadiri pengajian di masjid, berpuasa, dan lain-lain.


Tanggal Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Peneliti astronomi senior Prof Thomas Djamaluddin dalam acara Pengajian Cangkrukan ITB 81 menjelaskan kapan Nabi Muhammad SAW lahir dalam penanggalan masehi (M), yang banyak digunakan di Indonesia.

"Saat kelahiran Nabi tersebut bertepatan dengan hari Senin 5 Mei 570 M. Nabi lahir pada tahun gajah, yaitu saat Abraha dan pasukan bergajahnya ingin menghancurkan Ka'bah yang digagalkan Allah SWT," kata Prof Thomas dalam siaran zoom berjudul Kisah Rasul Dalam Perspektif Astronomi.

Berikut adalah salah satu hadits yang menceritakan kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan Imam Ibnu Ishaq dari Ibnu Abbas,

وُلِدَ رَسُولُ اللَّهِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، لِاثْنَتَيْ عَشْرَةَ لَيْلَةً خَلَتْ مِنْ شَهْرِ رَبِيع الْأَوَّلِ، عَام الْفِيلِ

Artinya:

 "Rasulullah dilahirkan di hari Senin, tanggal dua belas di malam yang tenang pada bulan Rabiul Awwal, Tahun Gajah."

Selain sesuai hadits, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah juga menjadi pendapat umum terkait kapan Rasulullah SAW lahir. Momen tersebut bertepatan dengan awal musim semi yang tidak terlalu panas atau dingin, dengan durasi siang dan malam relatif sama.

Prof Thomas menjelaskan, Tahun Gajah terjadi pada 53 tahun sebelum hijrah. Secara matematis tahun tersebut dapat dinyatakan sebagai tahun -53 Hijriah (H). Tahun inilah yang kemudian dihitung mundur untuk mengetahui kelahiran Rasulullah SAW.

Maulid Nabi Muhammad yang ditandai kelahiran Rasulullah SAW bukan satu-satunya peristiwa yang dihitung mundur dalam kalender masehi. Berbagai peristiwa besar lain dalam kehidupan nabi juga diketahui momennya dengan metode ini.

Hal ini disebabkan sistem kalender Hijriah yang baru ditetapkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab. Sistem ini diterapkan setelah umat muslim kesulitan dalam urusan administrasi, manajemen dan mengidentifikasi dokumen. Sebelumnya penanggalan hanya dilakukan berdasarkan peristiwa besar yang diingat tiap orang.

Tradisi Perayaan Maulid Nabi

Perayaan Maulid Nabi dinilai sebagai momen untuk mengingat, mengahayati dan memuliakan kelahiran Rasulullah. Menurut catatan Sayyid al-Bakri, sejarah peringatan maulid nabi dilakukan oleh al-Mudzhaffar Abu Sa'id, seorang raja di daerah Irbil, Baghdad.

"Peringatan Maulid pada saat itu dilakukan masyarakat dari berbagai kalangan dengan berkumpul di suatu tempat. Mereka bersama-sama membaca ayat-ayat Al-Qur'an, membaca sejarah ringkas kehidupan dan perjuangan Rasulullah, melantunkan shalawat," tulis Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia.

Teori lainnya dikutip dari buku Pro dan Kontra Maulid Nabi karya AM Waskito. Peringatan Maulid Nabi pertama kali disebut digelar pahlawan besar umat Islam Sultan Shalahuddin Al Ayyubi atau Muhammad Al Fatih. Arti Maulid Nabi pada saat itu dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan semangat jihad bagi umat muslim dalam perang Salib.

"Tujuannya untuk meningkatkan semangat jihad kaum Muslimin, dalam rangka menghadapi Perang Salib melawan kaum Salibis dari Eropa dan merebut Yarusalem," tulis AM Waskito.

Sementara itu, peringatan Maulid Nabi di Indonesia pertama kalinya dibawa oleh Wali Songo pada tahun 1404 masehi. Perayaan tersebut dilakukan demi menarik hati masyarakat memeluk agama Islam.



Sebab itulah, perayaan Maulid Nabi juga dikenal dengan nama perayaan Syahadatin. Nama lainnya yang dikenal masyarakat Indonesia adalah Gerebeg Mulud dengan menggelar upacara nasi gunungan.

BACA JUGA :
Maulid Nabi Muhammad 1444 H Jatuh pada Tanggal 8 Oktober 2022
CONTOH PROPOSAL KEGIATAN PERAYAAN HARI BESAR ISLAM (PHBI) - MAULID NABI MUHAMMAD SAW

Secara subtansial, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW ini sebagai bentuk upaya untuk mengenal keteladanan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa ajaran agama Islam. Allah SWT pernah berfirman perihal keutamaan memuliakan dan mencintai Nabi Muhammad SAW dalam surat Al A'raf ayat 157,

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Artinya: 

"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang beruntung."